Salah satu watak bawaan manusia sejak
diciptakan Allah Ta’ala adalah kecenderungan
untuk selalu meniru dan mengikuti orang lain
yang dikaguminya, baik dalam kebaikan maupun
keburukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“ ﺍﻷﺭﻭﺍﺡ ﺟﻨﻮﺩ ﻣﺠﻨﺪﺓ، ﻓﻤﺎ ﺗﻌﺎﺭﻑ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﺋﺘﻠﻒ ﻭﻣﺎ ﺗﻨﺎﻛﺮ
ﺍﺧﺘﻠﻒ”
“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu
bersama, maka yang saling bersesuaian di antara
mereka akan saling dekat, dan yang tidak
bersesuaian akan saling berselisih ”[1] .
Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan
menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah
termasuk salah satu metode pendidikan yang
sangat efektif dan bermanfaat.
Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah Ta’ala
menceritakan kisah-kisah keteladanan para Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjadi
panutan bagi orang-orang yang beriman dalam
meneguhkan keimanan mereka. Allah Ta’ala
berfirman,
}ﻭَﻛُﻼ ﻧَﻘُﺺُّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺒَﺎﺀِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻧُﺜَﺒِّﺖُ ﺑِﻪِ ﻓُﺆَﺍﺩَﻙَ
ﻭَﺟَﺎﺀَﻙَ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﻭَﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻭَﺫِﻛْﺮَﻯ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ {
“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran
dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman” (QS Huud:120).
Ketika menjelaskan makna ayat ini, syaikh
Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Yaitu: supaya
hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan
(supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para
Rasul ‘alaihimush sholaatu wa salaam, karena
jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan
mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya
lebih) bersemangat dalam beramal shaleh, serta
berlomba dalam mengerjakan kebaikan…” [2] .
Fenomena Pemilihan Idola dalam Masyarakat
Jika kita memperhatikan kondisi mayoritas kaum
muslimin, kita akan mendapati suatu kenyataan
yang sangat memprihatikan, karena kebanyakan
mereka justru mengagumi dan mengidolai orang-
orang yang tingkah laku dan gaya hidup mereka
sangat bertentangan dengan ajaran Islam, seperti
para penyanyi, bintang film, pelawak dan bintang
olah raga. Bahkan mereka lebih mengenal nama-
nama idola mereka tersebut dari pada nama-
nama para Nabi ‘ alaihimush sholaatu wa salaam
dan orang-orang yang bertakwa kepada Allah
Ta’ala .
Kenyataan ini tentu saja sangat buruk dan
berakibat fatal, karena setiap pengidola, tentu
akan membeo segala tingkah laku dan gaya hidup
idolanya, tanpa menimbang lagi apakah hal itu
bertentangan dengan nilai-nilai agama atau tidak,
karena toh memang mereka mengidolakannya
bukan karena agama, tapi karena pertimbangan
dunia dan hawa nafsu semata-mata.
Lebih fatal lagi, jika pengidolaan ini berakibat
mereka mengikuti sang idola meskipun dalam
hal-hal yang merusak keimanan dan akidah Islam,
dan lambat laun sampai pada tahapan mengikuti
keyakinan kafir dan akidah sesat yang dianut
sang idola tersebut. Karena merupakan watak
bawaan dalam jiwa manusia, bahwa kesamaan
dalam hal-hal yang lahir antara seorang manusia
dengan manusia lainnya, lambat laun akan
mewariskan kesamaan dalam batin antara
keduanya, disadari atau tidak. Ini berarti jika
seorang muslim suka meniru tingkah laku dan
gaya hidup orang kafir, maka lambat laun hatinya
akan menerima dan mengikuti keyakinan rusak
orang kafir tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memperingatkan dengan keras bahaya perbuatan
ini dalam sabda beliau: “Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk
golongan mereka”[3] .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah
Ta’ala merahmatinya – berkata, “Sesungguhnya
kesamaan dalam (penampilan) lahir (antara dua
orang manusia) akan mewariskan kasih sayang,
cinta dan loyalitas (antara keduanya) dalam
batin/hati, sebagaimana kecintaan dalam hati
akan mewariskan kesamaan dalam (penampilan)
lahir.
Hal ini dapat dirasakan dan dibuktikan dengan
percobaan. Sampai-sampai (misalnya ada) dua
orang yang berasal dari satu negeri, kemudian
mereka bertemu di negeri asing, maka (akan
terjalin) di antara mereka berdua kasih sayang
dan cinta yang sangat mendalam, meskipun di
negeri asal mereka keduanya tidak saling
mengenal atau (bahkan saling memusuhi” [4] .
Memilih Teladan dan Idola yang Baik bagi
Keluarga
Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, tentu kita wajib memilih idola yang
baik bagi keluarga kita, yang akan memberi
manfaat bagi pembinaan rohani mereka.
Dalam hal ini, idola terbaik bagi seorang muslim
adalah Nabi mereka, nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah Ta’ala
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Aku diutus (oleh Allah) untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia ”[5] .
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang
yang paling kuat dan sempurna dalam
menjalankan petunjuk Allah Ta’ala , mengamalkan
isi al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan
menghiasi diri dengan adab-adabnya [6] . Oleh
karena itulah Allah Ta’ala sendiri yang memuji
keluhuran budi pekerti beliau dalam firman-Nya,
} ﻭَﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻌَﻠﻰ ﺧُﻠُﻖٍ ﻋَﻈِﻴﻢٍ {
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung ” (QS al-Qalam:4).
Dan ketika Ummul mu’minin ‘Aisyah t ditanya
tentang ahlak (tingkah laku) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menjawab,
“Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah al-Qur’an “[7] .
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok
teladan dan idola yang sempurna bagi orang-
orang yang beriman kepada Allah yang
menginginkan kebaikan dan keutamaan dalam
hidup mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
} ﻟَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻟِﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ
ﻳَﺮْﺟُﻮ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺍﻵﺧِﺮَ ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ {
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan
kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri
yang menamakan semua perbuatan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “teladan
yang baik “, yang ini menunjukkan bahwa orang
yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh
ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang
akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan
rahmat Allah Y [8] .
Kemudian setelah itu, idola yang utama bagi
seorang mukmin adalah orang-orang yang teguh
dalam menegakkan tauhid dan keimanan mereka,
sehingga Allah Ta’ala sendiri yang memuji
perbuatan mereka sebagai “suri teladan yang
baik” dalam firman-Nya,
} ﻗَﺪْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻜُﻢْ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻓِﻲ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣَﻌَﻪُ ﺇِﺫْ
ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟِﻘَﻮْﻣِﻬِﻢْ ﺇِﻧَّﺎ ﺑُﺮَﺁَﺀُ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻣِﻤَّﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﻛَﻔَﺮْﻧَﺎ ﺑِﻜُﻢْ ﻭَﺑَﺪَﺍ ﺑَﻴْﻨَﻨَﺎ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺪَﺍﻭَﺓُ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻀَﺎﺀُ ﺃَﺑَﺪًﺍ
ﺣَﺘَّﻰ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺣْﺪَﻩُ {
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada diri (nabi) Ibrahim dan orang-orang
yang bersamanya (yang mengikuti petunjuknya);
ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan
dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara
kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada
Allah semata ” (QS al-Mumtahanah:4).
Ketika mengomentari ayat ini, syaikh
Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Sesungguhnya
keimanan dan pengharapan balasan pahala
(dalam diri seorang muslim) akan memudahkan
dan meringankan semua yang sulit baginya, serta
mendorongnya untuk senantiasa meneladani
hamba-hamba Allah yang shaleh, (utamanya)
para Nabi dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena dia memandang dirinya sangat
membutuhkan semua itu” [9] .
Demikian pula para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah teladan shaleh yang
utama bagi orang yang beriman, karena Allah
memuji mereka dalam banyak ayat al-Qur’an, di
antaranya firman-Nya,
} ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣَﻌَﻪُ ﺃَﺷِﺪَّﺍﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭِ
ﺭُﺣَﻤَﺎﺀُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺗَﺮَﺍﻫُﻢْ ﺭُﻛَّﻌًﺎ ﺳُﺠَّﺪًﺍ ﻳَﺒْﺘَﻐُﻮﻥَ ﻓَﻀْﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﻭَﺭِﺿْﻮَﺍﻧًﺎ ﺳِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﺛَﺮِ ﺍﻟﺴُّﺠُﻮﺩِ ﺫَﻟِﻚَ
ﻣَﺜَﻠُﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻮْﺭَﺍﺓِ ﻭَﻣَﺜَﻠُﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺈِﻧْﺠِﻴﻞِ ﻛَﺰَﺭْﻉٍ ﺃَﺧْﺮَﺝَ
ﺷَﻄْﺄَﻩُ ﻓَﺂَﺯَﺭَﻩُ ﻓَﺎﺳْﺘَﻐْﻠَﻆَ ﻓَﺎﺳْﺘَﻮَﻯ ﻋَﻠَﻰ ﺳُﻮﻗِﻪِ ﻳُﻌْﺠِﺐُ
ﺍﻟﺰُّﺭَّﺍﻉَ ﻟِﻴَﻐِﻴﻆَ ﺑِﻬِﻢُ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﻭَﻋَﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻋَﻤِﻠُﻮﺍ
ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺎﺕِ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓً ﻭَﺃَﺟْﺮًﺍ ﻋَﻈِﻴﻤًﺎ {
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-
orang yang bersama dia (para sahabat y) adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
penyayang di antara sesama mereka, kamu lihat
mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada
muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-
sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka
dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan
tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar” (QS al-
Fath:29).
Dalam hal ini, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata, “Barangsiapa di antara kamu yang
ingin mengambil teladan, maka hendaknya dia
berteladan dengan para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka
adalah orang-orang yang paling baik hatinya di
umat ini, paling dalam pemahaman (agamanya),
paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling
lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya,
mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh
Allah untuk menjadi sahabat nabi-Nya, maka
kenalilah keutaman mereka dan ikutilah jejak-
jejak mereka, karena sesungguhnya mereka
berada di atas petunjuk yang lurus”[10] .
Menjadikan Diri sebagai Teladan dalam keluarga
Termasuk teladan yang utama bagi kelurga kita
adalah diri kita sendiri, karena tentu saja kita
adalah orang yang paling dekat dengan mereka
dan paling mudah mempengaruhi akhlak dan
tingkah laku mereka. Maka menampilkan teladan
yang baik dalam sikap dan tingkah laku di depan
anggota keluarga adalah termasuk metode
pendidikan yang paling baik dan utama. Bahkan
para ulama menjelaskan bahwa pengaruh yang
ditimbulkan dari perbuatan dan tingkah laku yang
langsung terlihat terkadang lebih besar dari pada
pengaruh ucapan[11] .
Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah
mengambil teladan dari contoh yang terlihat di
hadapannya, dan menjadikannya lebih semangat
dalam beramal serta bersegera dalam kebaikan
[12] .
Dalam hal ini, imam Ibnul Jauzi membawakan
sebuah ucapan seorang ulama salaf yang
terkenal, Ibarahim al-Harbi[13] . Dari Muqatil bin
Muhammad al-’Ataki, beliau berkata, Aku pernah
hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu
Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya
kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”.
Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata
(kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai
mereka melihatmu melanggar larangan Allah,
sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka “[14] .
Syaikh Bakr Abu Zaid, ketika menjelaskan
pengaruh tingkah laku buruk seorang ibu dalam
membentuk kepribadian buruk anaknya, beliau
berkata, “Jika seorang ibu tidak memakai hijab
(pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga
kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa
ada alasan yang dibenarkan agama), suka
berdandan dengan menampakkan (kecantikannya
di luar rumah), senang bergaul dengan kaum
lelaki yang bukan mahram nya, dan lain
sebagainya, maka ini (secara tidak langsung)
merupakan pendidikan (yang berupa) praktek
(nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya
kepada) penyimpangan (akhlak) dan
memalingkannya dari pendidikan baik yang
membuahkan hasil yang terpuji, berupa
(kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang
menutup aurat), menjaga kehormatan dan
kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah
yang dinamakan dengan ‘pengajaran pada fitrah
(manusia)’ “[15] .
Pengaruh Positif Teladan yang Baik bagi
Keluarga
Di antara pengaruh positif teladan yang baik
adalah hikmah yang Allah Ta’ala sebutkan dalam
ayat tersebut di atas:
}ﻭَﻛُﻼ ﻧَﻘُﺺُّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺒَﺎﺀِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻧُﺜَﺒِّﺖُ ﺑِﻪِ ﻓُﺆَﺍﺩَﻙَ
ﻭَﺟَﺎﺀَﻙَ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﻭَﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻭَﺫِﻛْﺮَﻯ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ {
“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran
dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman” (QS Huud:120).
Dalam ayat ini jelas sekali menunjukkan bahwa
kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang ketabahan
dan kesabaran para Nabi ‘alaihimush shalaatu wa
salaam dalam memperjuangkan dan
mendakwahkan agama Allah sangat berpengaruh
besar dalam meneguhkan hati dan keimanan
orang-orang yang beriman di jalan Allah Ta’ala .
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir
berkata, “Allah Ta’ala berfirman: semua yang
kami ceritakan padama tentang kisah para rasul
yang terdahulu bersama umat-umat mereka,
ketika mereka berdialog dan beradu argumentasi
(dengan umat-umat mereka), ketabahan para
Nabi dalam (menghadapi) pengingkaran dan
penyiksaan (dari musuh-musuh mereka), serta
bagaimana Allah menolong golongan orang-orang
yang beriman dan menghinakan musuh-musuh-
Nya (yaitu) orang-orang kafir, semua ini adalah
termasuk perkara yang (membantu) meneguhkan
hatimu, wahai Muhammad, agar engkau bisa
mengambil teladan dari saudara-saudaramu para
Nabi yang terdahulu” [16] .
Imam Abu Hanifah pernah berkata: “Kisah-kisah
(keteladanan) para ulama dan duduk di majelis
mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan
(masalah-masalah) fikh, karena kisah-kisah
tersebut (berisi) adab dan tingkah laku mereka
(untuk diteladani)” [17] .
Demikian pula termasuk manfaat besar teladan
yang baik bagi keluarga adalah menumbuh
suburkan rasa kagum dan cinta dalam diri
mereka kepada orang-orang bertakwa dan mulia
di sisi Allah Ta’ala, yang ini merupakan sebab
utama meraih kemuliaan yang agung di sisi Allah
Ta’ala, yaitu dikumpulkan bersama orang-orang
shaleh tersebut di surga kelak, karena seseorang
akan dikumpulkan bersama orang yang
dicintainya pada hari kiamat nanti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Engkau bersama orang yang kamu cintai (di
surga kelak)”. Sahabat yang mulia, Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu , yang meriwayatkan
hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, berkata: “Kami (para sahabat) tidak
pernah merasakan suatu kegembiraan (setelah
masuk Islam) seperti kegembiraan kami sewaktu
mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘ alaihi
wa sallam: “Engkau bersama orang yang kamu
cintai (di surga kelak)”, maka aku mencintai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr
dan Umar radhiyallahu ‘anhuma , dan aku
berharap akan (dikumpulkan oleh Allah Ta’ala )
bersama mereka (di surga nanti) karena
kecintaanku kepada mereka, meskipun aku belum
mengerjakan amalan seperti amalan mereka” [18] .
Penutup
Demikianlah, semoga Allah Ta’ala senantiasa
memudahkan kita untuk mengambil teladan dan
petunjuk yang baik dari kisah-kisah para Nabi
‘ alaihimush sholaatu wa salaam dalam al-Qur’an,
serta memuliakan kita dengan dikumpulkan di
surga kelak bersama para Nabi, para shidiq,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
yang shaleh, Amin.
} ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻄِﻊِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻣَﻊَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧْﻌَﻢَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻴِّﻴﻦَ ﻭَﺍﻟﺼِّﺪِّﻳﻘِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟﺸُّﻬَﺪَﺍﺀِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴﻦَ
ﻭَﺣَﺴُﻦَ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺭَﻓِﻴﻘًﺎ {
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul
(-Nya), mereka itu akan (dikumpulkan) bersama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat
oleh Allah, yaitu: para Nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya ” (QS an-Nisaa’:69).
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﺎﺭﻙ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ
ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ، ﻭﺁﺧﺮ ﺩﻋﻮﺍﻧﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
Kota Kendari, 26 Shafar 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni,
MA
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR al-Bukhari (no. 3158) dan Muslim (no.
2638).
[2] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 392).
[3] HR Ahmad (2/50) dan Abu Dawud (no. 4031),
dinyatakan hasan shahih oleh syaikh al-Albani.
[4] Kitab “Iqtidha-ush shiraathal mustaqiim” (hal.
221).
[5] HR Ahmad (2/381) dan al-Hakim (no. 4221),
dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-
Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh syaikh al-
Albani dalam “Silsilatul ahaadiitsish
shahiihah” (no. 45).
[6] Lihat keterangan imam an-Nawawi dalam
kitab “Syarh shahih Muslim” (6/26).
[7] HSR Muslim (no. 746).
[8] Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-
Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 481).
[9] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 856).
[10] Dinukil oleh imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan
sanadnya dalam kitab “Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa
fadhlihi” (no. 1118).
[11] Lihat “al-Mu’in ‘ala tahshili adabil ‘ilmi” (hal.
50) dan “Ma’alim fi thariqi thalabil ‘ilmi” (hal.
124).
[12] Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-
Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 271).
[13] Beliau adalah Imam besar, penghafal hadits,
Syaikhul Islam Ibrahim bin Ishak bin Ibrahim bin
Basyir al-Baghdadi al-Harbi (wafat 285 H),
biografi beliau dalam “Siyaru a’alamin
nubala’” (13/356).
[14] Kitab “Shifatush shafwah” (2/409).
[15] Kitab “Hirasatul fadhiilah” (hal. 127-128).
[16] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (2/611).
[17] Dinukil oleh imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan
sanadnya dalam kitab “Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa
fadhlihi” (no. 595).
[18] HSR al-Bukhari (no. 3485) dan Muslim (no.
2639).
Home »
agama islam
» Yang Seharusnya Jadi Idola Keluarga Muslim …
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !