Allah Ta’ala berfirman,
ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮَﺍﺀِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﺣْﺼِﺮُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻻ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻌُﻮﻥَ
ﺿَﺮْﺑًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷﺭْﺽِ ﻳَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢُ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻞُ ﺃَﻏْﻨِﻴَﺎﺀَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﻌَﻔُّﻒِ
ﺗَﻌْﺮِﻓُﻬُﻢْ ﺑِﺴِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ ﻻ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺇِﻟْﺤَﺎﻓًﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺗُﻨْﻔِﻘُﻮﺍ ﻣِﻦْ
ﺧَﻴْﺮٍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑِﻪِ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ( ٢٧٣ )
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena
memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka
tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya
Allah Maha Mengatahui. (Al Baqarah: 273).
Dari ayat ini kita dapat mengambil beberapa
pelajaran, diantaranya adalah:
Pertama
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan enam kriteria
orang yang berhak memperoleh sedekah dari
kaum muslimin. Keenam kriteria tersebut yaitu:
Fakir , yaitu orang yang tidak memiliki suatu
apapun atau memiliki sedikit kecukupan namun
tidak mencukupi kebutuhannya meski
setengahnya. Termasuk dalam kriteria pertama ini
adalah golongan yang miskin, yaitu mereka
memiliki kecukupan yang dapat memenuhi
setengah kebutuhannya atau lebih, namun tidak
seluruhnya [Tafsir As Sa'di hlm. 341].
Terikat jihad di jalan Allah . Dari keterangan para
ahli tafsir firman Allah ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﺣْﺼِﺮُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
mencakup mereka yang mengabdikan diri untuk
melakukan ketaatan kepada Allah baik itu berupa
jihad maupun yang selainnya sehingga hal
tersebut menghalangi mereka untuk bekerja agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Tidak mampu berusaha di bumi , yaitu mereka
yang tidak dapat pergi (bersafar) mencari sumber
penghidupan entah dikarenakan minimnya harta,
lemahnya kondisi fisik akibat luka dan cedera,
atau alasan yang semisal [Tafsir Al Qur-anil
Karim, Surat Al Baqarah 3/367].
Terlihat berkecukupan (kaya), -padahal miskin-,
karena memelihara diri dari meminta-minta .
Orang-orang yang tidak mengetahui kondisi
mereka menduga bahwa mereka itu berkecukupan
karena sikap ‘ iffah -nya dalam hal pakaian,
perilaku, dan perkataan.
Memiliki siimah , yaitu tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa mereka itu fakir dan sangat
membutuhkan uluran tangan. Hal ini hanya dapat
diketahui oleh orang yang jeli dalam mengenal
kondisi mereka.
Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Firman Allah ﺗَﻌْﺮِﻓُﻬُﻢْ ﺑِﺴِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ maksudnya adalah
anda mengetahui kondisi mereka sebenarnya
dengan tanda-tanda yang ada pada diri mereka.
Apabila seseorang melihat kondisi mereka, maka
dia akan menduga bahwa mereka itu
berkecukupan, namun jika diperhatikan dengan
lebih teliti, maka barulah diketahui bahasanya
mereka itu fakir, namun mereka muta’affif
(memelihara diri dari meminta-minta)… Hal ini
hanya bisa diketahui oleh mereka yang
dianugerahi Allah firasat sehingga dapat
mengetahui kondisi manusia dengan hanya
memperhatikan wajahnya secara sekilas [Tafsir Al
Qur-anil Karim, Surat Al Baqarah 3/368].
Sebagian ulama mendefinisikan bahwa yang
dimaksud siimah adalah tanda-tanda ketakwaan
seperti bekas sujud, kekhusuyu’an dan
ketawadhu’an [Tafsir Al Qurtubi 3/322; Asy
Syamilah].
Tidak meminta-minta kepada orang secara
mendesak. Hal ini bisa berarti bahwa mereka
tidak meminta-minta secara mutlak karena pada
redaksi sebelumnya disebutkan bahwa mereka
memiliki sifat ‘iffah. Dengan demikian, mereka
tidak meminta-minta kepada manusia sama
sekali, baik dengan mendesak atau tidak
mendesak. Pendapat ini merupakan pendapat
mayoritas ahli tafsir. Bisa juga berarti mereka
meminta kepada orang karena teramat butuh,
namun tidak mendesak-desak orang agar
memenuhi permintaan mereka [Tafsir Al Qurtubi
3/322; Asy Syamilah].
Inilah keenam sifat yang dapat menjadi panduan
bagi kaum muslimin untuk memilih kepada siapa
sedekah atau infak akan disalurkan.
Kedua
Tidak boleh memberikan sedekah kepada orang
yang sanggup untuk bekerja karena Allah
berfirman ﻻ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻌُﻮﻥَ ﺿَﺮْﺑًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷﺭْﺽِ . Oleh
karena itu, harus selektif dalam memberikan
sedekah, karena sedekah tidak diberikan kepada
mereka yang malas bekerja kemudian mencari
jalan pintas dengan meminta-minta.
Anehnya, di negara kita ini banyak orang yang
justru enjoy berprofesi sebagai peminta-minta
karena malas dan ajaibnya hasil yang diperoleh
dari hasil mengemis itu bisa lebih besar dari
penghasilan seorang karyawan atau pegawai
negeri. Anggaplah mereka fakir harta, tapi mereka
bukanlah fakir dari segi fisik. Artinya, mereka itu
pada dasarnya sanggup untuk bekerja namun
lebih memilih menjadi peminta-minta.
Alhamdulillah, kami melihat sudah ada gerakan
nyata untuk mengatasi hal tersebut di daerah
seperti di Yogyakarta terdapat gerakan yang
menyerukan kepada masyarakat bahwa peduli
kepada peminta-minta bukanlah dengan cara
memberikan uang kepada mereka.
Ketiga
Pada hakekatnya peminta-minta yang sering
ditemui di jalanan tidak dapat dikatakan sebagai
orang yang miskin karena nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ﻟﻴﺲ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﺮﺩﻩ ﺍﻷﻛﻠﺔ ﻭﺍﻷﻛﻠﺘﺎﻥ ﻭﻟﻜﻦ
ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﻏﻨﻰ ﻭﻳﺴﺘﺤﻴﻲ ﺃﻭ ﻻ ﻳﺴﺄﻝ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﺤﺎﻓﺎ
Orang miskin itu bukanlah orang yang meminta-
minta satu dua kali makan, tapi orang miskin
adalah orang yang tidak memiliki harta yang
mencukupi dan malu untuk meminta-minta
manusia secara mendesak [Shahih. HR. Al
Bukhari: 1406].
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
ﻳﺲ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻄﻮﻑ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺗﺮﺩﻩ ﺍﻟﻠﻘﻤﺔ
ﻭﺍﻟﻠﻘﻤﺘﺎﻥ ﻭﺍﻟﺘﻤﺮﺓ ﻭﺍﻟﺘﻤﺮﺗﺎﻥ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ
ﻳﺠﺪ ﻏﻨﻰ ﻳﻐﻨﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﻔﻄﻦ ﺑﻪ ﻓﻴﺘﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ
ﻓﻴﺴﺄﻝ ﺍﻟﻨﺎﺱ
Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling
di tengah-tengah manusia untuk meminta-minta
satu dua suap makanan, satu dua buah kurma,
akan tetapi orang miskin itu adalah orang yang
tidak memiliki kekayaan yang mencukupinya dan
kemiskinannya tidak diketahui orang, maka
sedekah diberikan kepadanya [Shahih. HR. Al
Bukhari: 1409].
Keempat
Kapankah seorang bisa dikatakan meminta-minta
dengan mendesak? Ibnu Katsir rahimahullah
menyebutkan bahwa seorang yang meminta-
minta sedangkan ia memiliki apa yang mencukupi
kebutuhan dirinya sehingga tidak perlu meminta-
minta, maka berarti dia telah meminta-minta
dengan mendesak [Tafsir Ibn Katsir 1/432; Asy
Syamilah] . Lebih jelas lagi nabi shallahu ‘alai wa
sallam bersabda,
ﻣﻦ ﺳﺄﻝ ﻭ ﻟﻪ ﺃﺭﺑﻌﻮﻥ ﺩﺭﻫﻤﺎ ﻓﻬﻮ ﻣﻠﺤﻒ
Barangsiapa yang meminta-minta dan ternyata
memiliki harta sebanyak 40 dirham maka dia
telah meminta-minta dengan mendesak [Hasan
Shahih. HR. Ibnu Khuzaimah: 2448].
Kelima
Keutamaan ta’affuf (memelihara diri dari
meminta-minta) meski miskin, karena firman
Allah ﻳَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢُ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻞُ ﺃَﻏْﻨِﻴَﺎﺀَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﻌَﻔُّﻒِ orang yang
tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena
memelihara diri dari meminta-minta . Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah
menjelaskan keutamaan bagi mereka yang
memiliki sifat ta’affuf dalam sabda beliau,
ﻭﻣﻦ ﺍﺳﺘﻌﻒ ﺃﻋﻔﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
Barangsiapa yang bersikap ‘iffah (menjaga
kehormatan diri) niscaya Allah akan menjaga
kesuciannya [Hasan Shahih. HR. An Nasaa-i:
2595].
Keenam
Ayat ini merupakan dalil bahwa label fakir boleh
disematkan kepada orang yang memiliki pakaian
yang cukup mewah karena firman-Nya ﻳَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢُ
ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻞُ ﺃَﻏْﻨِﻴَﺎﺀَ . Hal itu tidaklah menghalangi
pemberian zakat kepada mereka karena dalam
ayat ini Allah telah memerintahkan untuk
memberi sedekah kepada mereka [Tafsir Al
Qurtubi 3/322; Asy Syamilah].
Ketujuh
Seseorang hendaknya memiliki sifat jeli karena
Allah ta’ala menyifati orang yang tidak tahu akan
kondisi orang-orang yang disebutkan dalam ayat
di atas dengan karakter jahil sebagaimana
firman-Nya ﻳَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢُ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻞُ ﺃَﻏْﻨِﻴَﺎﺀَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﻌَﻔُّﻒِ .
Kedelapan
Isyarat akan adanya firasat berdasarkan firman-
Nya ﺗَﻌْﺮِﻓُﻬُﻢْ ﺑِﺴِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ karena siimah merupakan
tanda yang hanya diketahui oleh mereka yang
berfirasat kuat [Tafsir Al Qur-anil Karim, Surat Al
Baqarah 3/370].
Kesembilan
Pujian kepada orang yang tidak minta-minta
kepada manusia berdasarkan firman Allah ﻻ
ﻳَﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺇِﻟْﺤَﺎﻓًﺎ . Karakter ini merupakan salah
satu poin perjanjian tatkala nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam membaiat para sahabat. Sehingga
ketika pecut kuda salah seorang sahabat jatuh,
dia tidak meminta tolong kepada rekannya untuk
mengambilkan demi mengamalkan janji baiat
yang telah diucapkannya. Bagaimana hukum
meminta kepada orang lain khususnya terkait
harta? Meminta harta kepada orang lain tanpa
ada kebutuhan yang darurat merupakan perkara
yang diharamkan kecuali kita tahu bahwa orang
yang dimintai senang apabila ada yang meminta
kepadanya. Jika demikian, maka tidak mengapa
meminta kepada orang tersebut, bahkan meminta
kepadanya dapat bernilai pahala dikarenakan hal
itu termasuk perbuatan menyenangkan hati
saudaranya [Tafsir Al Qur-anil Karim, Surat Al
Baqarah 3/370].
Kesepuluh
Ayat ini menjelaskan keumuman sifat ilmu yang
dimiliki Allah karena segala kebaikan yang
dikerjakan hamba, Allah mengetahuinya [Tafsir Al
Qur-anil Karim, Surat Al Baqarah 3/370].
Home »
agama islam
» efektif dalam berinfak
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !